Pendahuluan
Pengawasan ketenagakerjaan merupakan sistem pembinaan ketenagakerjaan yang telah dibakukan dalam berbagai ketentuan peraturan perundangan ketenagakerjaan, ambil contoh untuk dapat melakukan pengawasan ketenagakerjaan yang baik melalui pegawai yang ditunjuk oleh Menteri dengan memiliki keahlian khusus dan dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat maka kita mengenal Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951. Sedangkan untuk mengetahui seluk beluk pengawasan ketenagakerjaan maka kita perlu mempelajari ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tulisan ini disusun sebagai analisis terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.02/MEN/I/2011, sehingga ke depan dapat diprediksi jenis-jenis pembinaan dan koordinasi yang semacam apa yang perlu dilakukan guna terus mengembangkan pengawasan ketenagakerjaan.
Menurut Permenakertrans No. Per.02/MEN/I/2011 yang dimaksudkan pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat adalah unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada kementerian yang menangani urusan di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi adalah unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada satuan kerja perangkat daerah provinsi yang menangani urusan di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah kabupaten/kota adalah unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang menangani urusan di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembinaan pengawasan ketenagakerjaan adalah serangkaian kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau pemerintah provinsi mengenai kelembagaan, sumber daya manusia pengawasan ketenagakerjaan, sarana dan prasarana, pendanaan, administrasi, dan sistem informasi pengawasan ketenagakerjaan.
Pegawai pengawas ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut pengawas ketenagakerjaan adalah pegawai negeri sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan
Pembinaan pengawasan ketenagakerjaan dimaksudkan untuk mendukung kemampuan unit kerja pengawasan ketenagakerjaan dalam melaksanakan penegakan hukum di bidang ketenagakerjaan secara terpadu, terkoordinasi, dan terintegrasi pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Pembinaan pengawasan ketenagakerjaan dilakukan sesuai kebijakan nasional yang ditetapakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dapat melaksanakan pembinaan pengawasan ketenagakerjaan pada pemerintah kabupaten/kota berdasarkan kebijakan nasional.
Unsur-Unsur Pembinaan Pembinaan pengawasan ketenagakerjaan dapat meliputi:
- Kelembagaan;
- Sumber daya manusia pengawas ketenagakerjaan;
- Sarana dan prasarana;
- Pendanaan;
- Administrasi;
- Sistem informasi pengawasan ketenagakerjaan.
Pelaksanaan pembinaan pengawasan ketenagakerjaan dilakukan melalui:
- Bimbingan;
- Konsultasi;
- Penyuluhan;
- Supervisi dan pemantauan;
- Sosialisasi;
- Pendidikan dan pelatihan;
- Pendampingan;
- Evaluasi.
Kelembagaan
Pembinaan kelembagaan dilaksanakan untuk meningkatkan kinerja melalui optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan.
Peningkatan kinerja melalui optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi meliputi: (a). penyusunan rencana kerja pengawasan ketenagakerjaan berdasarkan hasil analisis objek pengawasan ketenagakerjaan dan disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan sosial ekonomi daerah; (b). pendataan obyek pengawasan ketenagakerjaan sebagai bahan penyusunan peta kerawanan norma ketenagakerjaan, penetapan norma, standar, prosedur dan kriteria; (c). penyebarluasan norma ketenagakerjaan kepada masyarakat; (d). pengelolaan kegiatan pengawasan ketenagakerjaan berupa pemeriksaan, pengujian dan penyidikan; (e). penerbitan perijinan pemakaian peralatan produksi, pengesahan peralatan/instalasi dan sarana proteksi, pemberian rekomendasi bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan lisensi petugas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di tempat kerja; (f). penetapan kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja; (g). penetapan perhitungan upah dan/atau upah kerja lembur; (h). pembinaan penerapan dan audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3); (i). pembinaan pembentukan dan peningkatan aktivitas Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3); (j). pembinaan dan pemberdayaan Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) serta evaluasi hasil kegiatan yang dilakukan; (k). pembinaan pembentukan dan peningkatan aktivitas kader norma kerja; (l). pembinaan Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), dokter perusahaan dan/atau dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja, auditor SMK3, petugas, operator, dan teknisi bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3); (m). pembinaan pembentukan komite aksi penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak; (n). pembinaan dalam pencegahan diskriminasi penerapan norma ketenagakerjaan; (o). pemberian penghargaan di bidang ketenagakerjaan; (p). koordinasi dan kerjasama dengan instansi/lembaga dan asosiasi profesi terkait; (q). pelaporan hasil kegiatan pengawasan ketenagakerjaan.
Dalam pelaksanaan pembinaan kelembagaan, Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan bimbingan, supervisi, pendampingan, dan evaluasi kepada pemerintah kabupaten/kota.
Sumber Daya Manusia Pengawas Ketenagakerjaan
Pembinaan sumber daya manusia dilaksanakan untuk:
- Memenuhi kebutuhan sumber daya manusia pengawas ketenagakerjaan;
- Meningkatkan kualitas pengawas ketenagakerjaan;
- Penugasan dan penempatan.
Pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia pengawas ketenagakerjaan dilakukan berdasarkan beban kerja, objek pengawasan ketenagakerjaan dan formasi sesuai peraturan perundang-undangan. Untuk pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia pengawas ketenagakerjaan di provinsi, Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, mengusulkan calon peserta pendidikan dan pelatihan pengawas ketenagakerjaan kepada Menteri sesuai peraturan perundang-undangan.
Untuk pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia pengawas ketenagakerjaan di kabupaten/kota, Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk, mengusulkan peserta pendidikan dan pelatihan pengawas ketenagakerjaan kepada Menteri melalui Gubernur sesuai peraturan perundang-undangan.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia pengawas ketenagakerjaan dapat dilakukan melalui:
- Pendidikan dan pelatihan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS);
- Pendidikan dan pelatihan ketenagakerjaan bidang keahlian/spesialis;
- Pendidikan dan pelatihan peningkatan kemampuan (up grading);
- Bimbingan teknis;
- Seminar;
- Lokakarya;
- Pelatihan bagi pelatih;
- Studi banding; dan/atau
- Pemagangan/pendampingan.
Materi peningkatan kualitas sumber daya manusia pengawas ketenagakerjaan antara lain meliputi:
- Penyusunan rencana kerja pemeriksaan/pengujian;
- Pemeriksaan dan/atau pengujian;
- Penetapan dan perhitungan;
- Penyebarluasan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan;
- Penyidikan di bidang ketenagakerjaan;
- Pengembangan di bidang pengawasan ketenagakerjaan;
- Kerjasama dan koordinasi dengan mitra kerja; dan/atau
- Pelaporan hasil pemeriksaan/pengujian.
Pelaksanaan peningkatan kualitas sumber daya manusia pengawas ketenagakerjaan dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan. Peserta pendidikan dan pelatihan pengawasan ketenagakerjaan yang dinyatakan lulus dan memenuhi persyaratan, ditunjuk sebagai pengawas ketenagakerjaan oleh Menteri.
Pengawas ketenagakerjaan diangkat dan ditugaskan dalam jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan serta ditempatkan di unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai peraturan perundang-undangan.
Dalam pelaksanaan pembinaan sumber daya manusia pengawas ketenagakerjaan, Gubernur atau pejabat yang ditunjuk melakukan bimbingan, supervisi, pendampingan, dan evaluasi kepada pemerintah kabupaten/kota.
Sarana dan Prasarana
Pembinaan sarana dan prasarana dilakukan untuk meningkatkan kemampuan operasional unit kerja pengawasan ketenagakerjaan. Pembinaan sarana dan prasarana meliputi pengadaan dan penggunaan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana meliputi:
- Kantor;
- Perlengkapan kantor;
- Fasilitas transportasi;
- Peralatan pemeriksaan dan pengujian;
- Seragam dan atribut pengawas ketenagakerjaan;
- Kartu legitimasi; dan
- Penunjang operasional lainnya.
Dalam pelaksanaan pembinaan sarana dan prasarana, Gubernur atau pejabat yang ditunjuk melakukan bimbingan, konsultasi, supervisi dan pemantauan serta evaluasi kepada pemerintah kabupaten/kota. Pendanaan Pembinaan pendanaan dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan biaya operasional pengawasan ketenagakerjaan.
Pembinaan pendanaan dilaksanakan terhadap perencanaan dan pemanfaatan anggaran untuk:
- Pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kemampuan pengawas ketenagakerjaan;
- Penyebarluasan norma ketenagakerjaan;
- Pemeriksaan dan pengujian;
- Penyidikan;
- Penyediaan sarana dan prasarana;
- Pengelolaan jaringan informasi;
- Penyelenggaraan administrasi teknis dan penyidikan;
- Koordinasi fungsional; dan
- Kerjasama pengawasan ketenagakerjaan.
Anggaran operasional pengawasan ketenagakerjaan berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Dalam pelaksanaan pembinaan pendanaan, Gubernur atau pejabat yang ditunjuk melakukan bimbingan, konsultasi, supervisi dan pemantauan serta evaluasi kepada pemerintah kabupaten/kota. Bagian Keenam Administrasi Pembinaan administrasi dilaksanakan untuk menjamin terselenggaranya administrasi teknis pengawasan ketenagakerjaan sesuai ketentuan yang ditetapkan.
Administrasi teknis pengawasan ketenagakerjaan meliputi:
- Pengelolaan data pengawas ketenagakerjaan;
- Pengelolaan rencana kerja unit dan pengawas ketenagakerjaan;
- Pengelolaan data obyek pengawasan ketenagakerjaan
- Pengelolaan data kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian pengawas ketenagakerjaan;
- Pengelolaan data perijinan dan/atau pengesahan obyek pengawasan ketenagakerjaan;
- Pengelolaan data mitra kerja pengawasan ketenagakerjaan (kelembagaan dan personil);
- Pengelolaan data kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja; dan
- Pengelolaan laporan unit kerja pengawasan ketenagakerjaan.
Dalam rangka penyelenggaraan administrasi teknis pengawasan ketenagakerjaan dilakukan pengadaan penyelenggaraadministrasi teknis pengawasan ketenagakerjaan. Untuk memenuhi kebutuhan penyelenggara administrasi teknis pengawasan ketenagakerjaan di provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Gubernur atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan usulan peserta pendidikan dan pelatihan administrasi teknis pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri. Untuk memenuhi kebutuhan penyelenggara administrasi teknis pengawasan ketenagakerjaan di kabupaten/kota, Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan usulan peserta pendidikan dan pelatihan administrasi teknis pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri melalui Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Dalam pelaksanaan pembinaan administrasi, Gubernur atau pejabat yang ditunjuk melakukan bimbingan, konsultasi, supervisi dan pemantauan serta evaluasi kepada pemerintah kabupaten/kota. Sistem Informasi Pengawasan Ketenagakerjaan Pembinaan sistem informasi pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin tersedianya informasi ketenagakerjaan pada unit kerja pengawasan ketenagakerjaan. Sistem informasi pengawasan ketenagakerjaan dibentuk melalui penyelenggaraan jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan. Penyelenggaraan jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan mencakup memasukkan, mengolah, dan menyajikan data pengawasan ketenagakerjaan. Informasi pengawasan ketenagakerjaan memuat data: a. sumber daya manusia pengawas ketenagakerjaan; b. obyek pengawasan ketenagakerjaan; c. kegiatan pengawasan ketenagakerjaan; d. kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja; e. kelembagaan dan mitra kerja pengawasan ketenagakerjaan; f. perijinan dan rekomendasi; dan g. ketenagakerjaan lainnya. Dalam pelaksanaan pembinaan sistem informasi, Gubernur atau pejabat yang ditunjuk melakukan bimbingan, konsultasi, pendampingan, supervisi dan pemantauan serta evaluasi kepada pemerintah kabupaten/kota. KOORDINASI UNIT KERJA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN Koordinasi antar unit kerja pengawasan ketenagakerjaan dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pandang dalam pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan. Koordinasi antar unit kerja pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan pada tingkat nasional dan tingkat provinsi. Koordinasi pada tingkat pemerintah kabupaten/kota dilakukan melalui rapat kerja teknis operasional pengawasan ketenagakerjaan. Koordinasi Tingkat Nasional Koordinasi pengawasan ketenagakerjaan tingkat nasional dilaksanakan untuk membahas dan/atau menyepakati hal-hal sebagai berikut: a. kebijakan dan strategi pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan; b. program dan kegiatan pengawasan ketenagakerjaan; c. harmonisasi kebijakan nasional, provinsi dan kabupaten/kota; d. kebutuhan lembaga, sumber daya manusia pengawas ketenagakerjaan, administrasi teknis pengawasan ketenagakerjaan dan penyelenggaraan jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan; e. penajaman pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan; f. permasalahan ketenagakerjaan nasional dan internasional. Koordinasi pengawasan ketenagakerjaan tingkat nasional dilaksanakan melalui rapat koordinasi tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Direktur Jenderal sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Rapat koordinasi tingkat nasional dihadiri oleh seluruh unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, instansi pemerintah terkait dan/atau pihak lain yang dipandang perlu. Hasil koordinasi pengawasan ketenagakerjaan tingkat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk dan menjadi pedoman pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan. Koordinasi Tingkat Provinsi Koordinasi pengawasan ketenagakerjaan tingkat provinsi diselenggarakan untuk melaksanakan hasil rapat koordinasi tingkat nasional. Dalam rapat koordinasi tingkat provinsi dibahas dan/atau disepakati hal-hal sebagai berikut: a. kondisi pengawasan ketenagakerjaan setempat; b. kebutuhan lembaga, sumber daya manusia pengawas ketenagakerjaan, administrasi teknis pengawasan ketenagakerjaan dan penyelenggaraan jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan; c. koordinasi internal dan eksternal dalam pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan; d. harmonisasi pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan antar pemerintah kabupaten/kota; e. keseimbangan program dalam pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan antar kabupaten/kota; f. praktek dan/atau pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan disesuaikan dengan kebutuhan daerah tanpa menyimpang dari kebijakan nasional; g. tata cara penanganan dan penyelesaian kasus bidang ketenagakerjaan; h. hasil pengawasan ketenagakerjaan di kabupaten/kota dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir. Koordinasi pengawasan ketenagakerjaan tingkat provinsi dilaksanakan melalui rapat koordinasi tingkat provinsi yang diselenggarakan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Rapat koordinasi tingkat provinsi dihadiri oleh seluruh unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah kabupaten/kota, instansi pemerintah terkait dan/atau pihak lain yang dipandang perlu. Hasil koordinasi pengawasan ketenagakerjaan tingkat provinsi ditetapkan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dan menjadi pedoman pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan pada pemerintah kabupaten/kota dan menjadi bahan rapat koordinasi tingkat nasional. Rapat Kerja Teknis Operasional Guna meningkatkan kinerja pengawas ketenagakerjaan dan mendukung rapat koordinasi tingkat provinsi, unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah kabupaten/kota dapat melaksanakan rapat kerja teknis operasional. (2) Rapat kerja teknis operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membahas dan menyepakati upaya-upaya melaksanakan hasil rapat koordinasi tingkat nasional dan tingkat provinsi. (3) Dalam rapat kerja teknis operasional dibahas dan/atau disepakati hal-hal sebagai berikut: a. kondisi pengawasan ketenagakerjaan setempat; b. kebutuhan lembaga, sumber daya manusia pengawas ketenagakerjaan, administrasi teknis pengawasan ketenagakerjaan dan penyelenggaraan jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan; c. koordinasi internal dan eksternal dalam pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan; d. harmonisasi pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan dengan lembaga/instansi di pemerintah kabupaten/kota; e. praktek dan/atau pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan disesuaikan dengan kebutuhan daerah tanpa menyimpang dari kebijakan nasional; f. peran pengawasan ketenagakerjaan dalam pertumbuhan sosial ekonomi setempat; g. tata cara penanganan dan penyelesaian kasus bidang ketenagakerjaan; h. hal-hal lain yang dipandang perlu dalam pengawasan ketenagakerjaan. Rapat kerja teknis operasional pengawasan ketenagakerjaan diselenggarakan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Rapat kerja teknis operasional dihadiri oleh seluruh pengawas ketenagakerjaan pada unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, instansi pemerintah terkait dan/atau pihak lain yang dipandang perlu. Hasil rapat kerja teknis operasional pengawasan ketenagakerjaan tingkat kabupaten/kota digunakan sebagai bahan rapat koordinasi tingkat provinsi. Pembiayaan Biaya pelaksanaan koordinasi tingkat nasional dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Biaya koordinasi tingkat provinsi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.Biaya rapat teknis operasional) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Penutup Setelah dikeluarkannya mengenai pembinaan dan koordinasi maka telah diselenggarakan berbagai kegiatan yang bersifat koordinatif dan langkah-langkah antisipatif lainnya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja pengawasan ketenagakerjaan di seluruh wilayah tanah air. Pembinaan dan koordinasi pengawasan ketenagakerjaan dipandang perlu guna mengantisipasi gejolak ketenagakerjaan yang akhir-akhir ini cukup marak. Diharapkan melalui kegiatan pembinaan dan koordinasi dapat diciptakan lingkungan kerja yang nyaman, aman dan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi.